Kawah Ijen merupakan kawah yang terletak di Gunung Ijen pada ketinggian 2.386 meter di atas permukaan laut (data wikipedia) yang terbentuk akibat letusan Gunung Ijen. Wisata Kawah Ijen merupakan salah satu destinasi yang paling diminati dan banyak diburu oleh para wisatawan asing karena daya tarik utamanya yaitu fenomena “Blue Fire” atau “Api Biru” yang hanya ada dua di dunia, satu berada di Islandia, dan ya, yang satu lagi ada di Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia dan siap merebut perhatian dunia.
Kawah Ijen, 05.30 am |
Perjalanan kami ke Kawah Ijen dapat ditempuh dalam waktu satu hingga dua jam perjalanan dari Kota Banyuwangi. Akses jalan menuju lokasi pendakian Kawah Ijen berkelok-kelok, menikung dan menanjak seperti ciri khas akses jalan menuju pegunungan, namun kondisi jalan cukup bagus, perjalanan kami pun lancar hingga tiba di tujuan. Kami mulai perjalanan dari Banyuwangi pada jam 10 malam dan tiba di lokasi awal pendakian pada jam setengah 12 malam. Kami memutuskan beristirahat sejenak dan akan untuk melakukan pendakian dini hari karena blue fire hanya dapat terlihat pada dini hari hingga sekitar jam 4 pagi. Pos pendakian sendiri baru dibuka jam 12 malam, barulah wisatawan dapat membeli tiket masuk. Banyak orang yang menuju pos ini pada sore atau malam hari kemudian mendirikan tenda untuk beristirahat sebentar. Disana juga sudah banyak yang menjual makanan dan minuman. Ada juga perlengkapan pendakian seperti syal, sarung tangan, pelindung apabila kita tidak membawanya.
Perjalanan Menuju Kawah Ijen |
Pendakian kami mulai jam 1 pagi, langit masih gelap namun kami sudah bersiap meski mata hanya dapat terpejam sesaat. Jalur pendakian terbilang ramai, saat libur akhir pekan terlihat lebih banyak wisatawan domestik. Yang menyenangkan pada pendakian malam hari adalah bahwa kita tidak dapat melihat ujungnya, tekad dan semangat menjadi senjata utama kami untuk mengusir lelah dan keluh kesah. Menurut petunjuk arah, Kawah Ijen terletak sekitar 3 km dari pintu masuk pendakian. Di awal perjalanan masih landai namun semakin keatas semakin curam, cukup menguras tenaga. Tidak jarang kami berhenti barang 1 atau 2 menit saja untuk beristirahat dan berbalik menatap apa yang telah kami capai, terlihat lampu-lampu penerangan milik para pendaki, mendandakan kami sudah seberapa jauh menanjak dan kami makin bersemangat. Dari atas pun dapat terlihat kerlap-kerlip kota Banyuwangi yang menawan. Kami beristirahat dan mengambil nafas sebentar sambil menikmati pemandangan kemudian melanjutkan lagi perjalanan. Tidak perlu berlama-lama berhenti karena berdiam diri akan membuat kita semakin kedinginan.
Kalau lelah, istirahat dulua aja :P |
J angan khawatir bila anda tidak terbiasa mendaki gunung, banyak juga pemula yang mencoba mendaki Gunung Ijen seperti para wisatawan yang kami temui yang terbilang cukup beragam, tidak hanya anak muda, orang tua bahkan anak-anak kecil sekitar umur 3 atau 4 tahun juga diajak menanjak. Jalur pendakian tidak sulit, rutenya sudah dibuat sangat jelas dan mudah untuk diikuti sehingga semua ragam pengunjung bisa menikmati. Memang tidak begitu tinggi dan curam bila dibanding gunung lain yang ada di Jawa seperti Gunung Lawu atau Merbabu, apalagi Semeru. Bila tidak kuat menanjak, ada juga troli yang disewakan oleh penduduk setempat yang siap mengantar kita sampai puncak. Mereka adalah para penambang belerang yang terbiasa naik turun gunung, troli yang digunakan untuk menambang belerang diberi bantalan untuk dapat mengangkut wisatawan untuk mememperoleh penghasilan tambahan apalagi di musim libur seperti ini. Satu perjalanan menggunakan troli biasanya dibawa oleh tiga orang, satu mendorong dari bawah dan dua orang menarik dari atas menggunakan tambang yang diikatkan pada troli. Para pengunjung yang biasanya memakai jasa troli kebanyakan anak-anak didampingi orang tuanya.
Bersama - sama dengan pendaki lain |
Saat mendaki, beberapa kali kami berpapasan dengan para penambang belarang yang turun gunung membawa hasil tambang. Para penambang ini yang harus diutamakan dijalan, bila ada penambang lewat sudah selayaknya wisatawan seperti kami menuju ke pinggir dan memberi jalan bagi para penambang yang membawa hasil belerang untuk turun terlebih dahulu.
Pegunungan sekitar kawah ijen |
Untuk k eperluan pendakian sebaiknya kita juga membawa perlengkapan yang memadai. Kita yang tahu kapasitas diri kita masing-masing. Seperti kami misalnya yang tidak tahan dengan udara dingin, kami mempersiapkan berbagai macam keperluan, mulai dari baju, celana dan sarung tangan yang tebal dan hangat dan memang khusus untuk keperluan pendakian. Tak lupa saya mengenakan kupluk juga untuk melindungi telinga yang mudah sekali dingin. Kami juga membawa head lamp untuk penerangan selama perjalanan karena kami mendaki malam hari. Sepatu yang dipakai juga baiknya diperhatikan, pakailah kaos kaki tebal dan sepatu gunung atau minimal sepatu yang dirasa tidak licin agar tidak mudah tergelincir mengingat jalan disana agak licin dan berpasir. Serta bawalah masker karena aroma belerang disana cukup tajam, bila tidak membawa, disana juga ada penyewaan masker yang bisa kita gunakan. Obat-obatan pribadi dan stok makanan juga disarankan untuk dibawa, tidak perlu banyak cukup yang diperlukan saja. Misalnya seperti minyak angin, koyo, obat untuk kram dan nyeri, sedangkan untuk makanan bisa seperti coklat batang atau permen jahe.
Kupluk ini sangat penting bagi saya, telinga gampang banget dingin dan bisa bikin pusing |
Kami berjalan kurang lebih 2,5 jam hingga akhirnya sampai di Kawah Ijen. Saat itu masih gelap namun banyak penambang yang sudah melakukan aktivitas, beberapa juga berjualan souvenir dari belerang dalam berbagai bentuk. Kita bisa turun kebawah untuk melihat blue fire dari dekat atau naik ke atas untuk menyaksikan pemandangan yang lebih luas. Terlihat cahaya kebiruan yang menyala di sekitar kawah, itulah fenomena Blue Fire yang sangat menakjubkan. Puas melihat blue fire, kami menantikan matahari terbit hingga terlihatlah Kawah Ijen itu yang teryata sangat luas dan biru, sungguh pemandangan yang indah. Sungguh, keindahan alam Indonesia yang tiada duanya. Biru kehijauan di Kawah Ijen dengan pantulan cahaya matahari yang berwarna keemasan serta pegunungan disekitar yang diselimuti batu kapur yang menjadikan pemandangan semakin indah. Membuat kita larut dalam menikmati keindahan ciptaan Tuhan di bumi pertiwi ini.
View dari arah sebaliknya |
Akhirnya sampai di kawah ijen |
Di sekitar Kawah Ijen juga terhampar tumbuhan Manisrejo yang berdaun hijau, kuning hingga kemerahan. Selain itu juga ada sedikit hutan mati jika kita menanjak lagi ke atas. Belum lagi pegunungan di sekitar Kawah Ijen yang terlihat menyerupai bukit teletubbies. Beberapa hal inilah yang juga membuat panorama alam disini semakin mengesankan untuk dinikmati.
Pohon Manisrejo |
Kabut tebal disekitar kawah ijen |
Turun dari Kawah Ijen paginya kita dapat mampir ke Air Terjun Kali Pait yang airnya berwarna hijau dan lengket jika terkena kulit karena memiliki kandungan belerang yang sangat tinggi rembesan dari Kawah Ijen. Turun lagi menuju ke arah Sempol, kita bisa singgah di Kawah Wurung, ini lah bukit yang menyerupai bukit teletubbies yang kita liat dari Kawah Ijen tadi, namun pemandangannya lebih dekat dan jelas dan tentunya indah. Disini juga ada menara pandang untuk dapat melihat keindahan sekitar dari atas. Setelah itu masih bisa mampir juga ke air terjun yang dijuluki Niagara Kecil, airnya dingin, jernih dan segar khas sekali pegunungan. Setelah itu bisa mampir ke Air Terjun Blawan, yang unik disini adalah airnya yang berwarna kekuningan karena masih mengandung belerang dan air yang jatuh ke dasar tidak mengalir ke anak sungai seperti air terjun kebanyakan, melainkan langsung ke tanah dan muncul lagi di daerah Situbondo.
Kawah Wurung |
View bukit teletubies nya |
Niagara Kecil |
Photo by : @ratih_paramitha , @silence0604