Bungaku Hilang : Sebuah Perjalanan Ke Ujung Timur Bali
Jumat, Desember 30, 2016
Ini cerita lama, tapi rupanya masih ingin saya tuliskan juga supaya tidak hanya mengendap di kenangan saya sendiri saja, saya ingin membaginya, mungkin juga kelak saya akan tersenyum-senyum sendiri ketika membacanya nanti.
Cerita ini masih berkaitan dengan perjalanan saya dalam mengikuti kegiatan Kemenkeu Mengajar Denpasar 2016. Bisa dibilang itu adalah perjalanan nekat, sendirian tanpa persiapan yang cukup, tanpa itinerary yang jelas dan research saya rasanya masih sangat kurang untuk transportasi di Bali.
Taman Ujung, Karang Asem, Bali |
Pagi itu, hari terakhir saya di Bali, malamnya pukul 19.45 saya harus take off untuk kembali ke Jakarta. Yang terpikir oleh saya adalah untuk menyempatkan diri mengunjungi wisata di Bali yang lokasinya tidak jauh dari tempat saya menginap.
Museum Brajashandi |
Tujuan pertama saya adalah museum Brajashandi yang terletak di daerah Renon, Denpasar, tidak jauh dari tempat saya menginap di Wisma Keuangan Denpasar. Ternyata ada seseorang yang posting fotonya di grup Kemenkeu Mengajar sedang ditempat yang sama juga dengan saya. Namanya Lia, pegawai KPPN Lombok. Wah, kebetulan sekali, dari grup kami saling berkomunikasi hingga akhirnya saling menemukan dan hal yang pertama kali saya lakukan adalah : Foto bareng yuk! hahaa. Inilah gunanya teman, bisa buat ambil foto kita #ehh. Tapi sudah pernah saya bilang kan, bahwa traveling sendirian tidak kalah asik! Kita bisa mendapat teman baru dan pengalaman seru!
Puas berkeliling di Brajashandi, sebenarnya ingin mengunjungi Ubud dengan pertimbangan jaraknya yang bisa ditempuh dalam waktu satu jam saja dari Denpasar. Namun Lia menawarkan untuk pergi ke Taman Ujung, Karang Asem. Saya diperlihatkan foto temannya saat disana kemudian saya mengangguk dan iya iya aja karena saya merasa mungkin lokasinya tidak terlalu jauh. Akan tetapi ternyata setelah saya browsing, itu letaknya minimal 2 jam dari Denpasar dan saat itu sudah jam 11 siang, oke, flight nanti malam masih keburu lah.
Sebelum melanjutkan perjalanan, Lia mampir ke Kanwil Perbend Denpasar untuk menemui Bu Wiwin (Kakanwil KPPN Denpasar) tak disangka-sangka ternyata sedang ada acara dan ternyata lama juga. Saya menunggu di kantin sebelah masjid, untuk merencanakan perjalanan yang akan saya tempuh, mencari semua kemungkinan yang ada. Semula yang saya berniat pakai ojek atau uber saja, ternyata jauh juga dan saya pesimis, bisa berangkat gak bisa pulang. Mau nebeng Lia, tapi ternyata setelah dari Karang Asem dia langsung lanjut ke pelabuhan untuk nyebrang ke Lombok. Iya! Lia ini dari Lombok ke Bali naik motor sendiri! PP lagi, mbolang lagi! Mana bawaannya banyak #hadeh. Harus diakui, saya salut sama keberanian Lia. Tapi memang dia juga berhati-hati, sesampainya di Lombok sudah ada teman yang menjemput untuk menemani pulang.
Disini akhirnya saya menghubungi Bungaku Hilang, sebuah inisial nama yang ada di grup, belakangan saya tau beliau seorang laki-laki, dan belakangan saya tau beliau adalah Bapak-Bapak beranak tiga. Hhee, dari awalnya mau pinjam helm saya untuk nebeng Lia, jadi pinjam motor, stnk, helm dan lengkap dengan sarung tangannya. Lengkap juga dengan bensin yang full. Kepada saya beliau berpesan agar hati-hati di jalan dan segera pulang dari sana sebelum jam 4 sore. Saya mengangguk dan mengiyakan, pertanda akan saya usahakan sebisa saya. Meski dalam hati saya pesimis karena lokasi tujuan kami bisa dibilang lumayan jauh, hhe.
Taman Ujung |
Perjalanan saya dan Lia menuju Taman Ujung saya penuhi dengan kebut-kebutan, #ehh #jangan ditiru! Tentu saja untuk mengejar waktu yang sudah mepet karena pada akhirnya kami baru bisa berangkat sekitar jam 1 siang. Mengandalkan GPS yang ada, saya terus mengikuti rute, lumayan jauh juga sekitar 60km dan perjaanan terasa sangat panjang. Apalagi itu di daerah yang belum saya kenal, makin jauh saya makin takut malah sinyalnya ilang-ilangan, Google Maps menjadi sangat penting dalam perjalanan kami ini. Setelah 2,5 jam beralu tepatnya pada 15.30 akhirnya kami sampai juga pada tempat tujuan kami. Saya langsung turun dan membeli tiket, Lia menangkap gelagat saya yang terburu-buru, iya, saya mengingat janji pada si Bungaku Hilang. Tapi dasarnya cewek, aktivitas narsis pun sulit dihindarkan, apalagi setelah melalui perjalanan panjang hingga menemukan pemdangan yang indah seperti ini, sayang sekali jika dilewatkan.
Ini dia penampakan Lia |
Jadi, menurut keterangan warga sekitar dan penjaga lokasi wisata ini, Taman Ujung dulunya adalah tempat persinggahan Raja. Ketika Raja sedang banyak pikiran tentang permasalahan rakyat, biasanya Raja naik ke bangunan paling atas ini untuk merenung, disitu Raja bisa lebih tenang karena dapat melihat laut dan hamparan pegunungan yang indah. Ada kolam di tengah Taman Ujung dan ada taman-taman yang dibangun dan ditata rapi. Udara disana juga sejuk dan dingin, ditambah pemandangan yang memukau cukup mengesankan bagi saya.
Taman Ujung |
Tempat Raja memandang keindahan alam |
Tapi tetap saja, saya masih terlihat buru-buru, hanya sempat istirahat sebentar untuk minum dan makan snack sedikit-sedikit, dahaga setelah perjalanan panjang dan berdebu, lapar, capek, muka kusut, atuhlah semua campur aduk :D Tapi semua okelah, terbayar dengan panorama alam yang nampak dari atas sana. Beberapa kali, eh, banyak kali mengambil gambar lalu kami istirahat, salilng bertukar gambar, mengobrol dengan penduduk sekitar dan akhirnya kami pulang.
sempat istirahat sebentar sebelum lanjut naik ke atas |
Masih, saya masih merasa terburu-buru dan ingin segera kembali ke Denpasar, bukan karena flight saya, tapi karena saya sudah bilang pada Pak Bunga untuk tepat waktu, nyatanya baru jam 5 kami bersiap pulang. Kembali, dijalan saya ngebut tapi dengan kecepatan yang biasa saja kok, paling 80-90km/jam. Saya ingin segera pulang ke KPPN, tepat jam 6 saya sampai tapi saya lupa satu hal, ini bensin kosong, ehh. Saya muter lagi nyari-nyari pom bensin hingga akhirnya setengah 7 malam baru menemui Pak Bunga.
baru bersiap pulang |
Dan… sudah bisa ditebak kan? Pak Bunga sudah marah-marah dengan segala kekhawatiranya, saya senyam senyum cengar-cengir aja dan meminta maaf sebisanya. Melepas helm, sarung tangan dan mengembalikan STNK. Pak Bunga bilang harus segera pulang untuk mengantar anaknya, dan saya disarankan untuk memesan Gojek ke bandara, saya bilang iya. Beliau menunggu saya memesan jasa ojek, lalu saya menuliskan alamat ke wisma keuangan. Iya soalnya saya meninggalkan tas backpack saya disana. “Apa?! Tas kamu masih disana?! yowes tak anter aja, gausah pesan gojek! Tak kira kamu tinggal ke Bandara, ya kalau ke wisma dulu waktu nya mepet banget.”
Sesaat kemudian yang saya rasakan adalah angin jalanan yang kian kencang, Pak Bunga juga kebut-kebutan membawa saya ke wisma keuangan untuk mengambil tas, beliau berhenti tanpa mematikan mesin motor dan menyuruh saya berlari. Oke, tas sudah ditangan, pasang ke punggung dan selanjutnya adalah perjalanan ke Bandara. Jalanan macet! Tapi bersyukur dan beruntung banget karena ada Pak Bunga yang sudah hafal betul jalanan di Denpasar dan bisa ngambil jalan memotong, lewat pinggir kali, cari jalur tercepat dan tentunya tidak macet. Saya di belakang cuma bisa berpegangan besi motor sambil menahan angin kencang, untung tas saya berat, jadi saya tidak terbang tertiup angin karena badan kurus kerempeng ini #ehh.
Itu Pak Bunga, yang paling kiri jenggot panjang tapi masih kalah panjang sama yang paling kanan |
Di jalan Pak Bunga menyuruh saya untuk segera check in, kalau bisa web checkin. Tapi ternyata handphone saya sudah mati, saya tidak bisa mengecek kode bookingnya. Pak Bunga kemudian memberikan HP nya dan menyuruh saya login di situs tempat saya booking tiket dan segera mencoba check in ditengah-tengah kebut-kebutnya beliau. Tapi saying sekali saya tidak bisa web check in, entah kenapa saat itu sulit sekali. Pak Bunga terus ngebut dan minta saya menghafalkan kode booking, mau bagaimana lagi, hape saya mati. Jadilah dijalan saya komat kamit ngafalin kode booking tiket pesawat.
Setelah 30 menit kebut-kebutan akhirnya saya sampai juga di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali. Pak Bunga langsung menuju parkiran motor, beliau terlihat panik sedangkan saya juga berusaha terlihat panik #loh. Iya, soalnya gatau kenapa saya santai banget, entah, biasanya firasat baik bahwa semua akan berjalan seperti semestinya dan baik-baik saja atau bahkan lebih baik.
Pak Bunga menurunkan saya di pintu masuk parkiran dan menyuruh saya menunggu sementara beliau memarkirkan kendaraan, beliau dengan sigap parkir kendaraan, lalu setengah berlali menghampiri saya dan mengajak saya juga berjalan lebih cepat untuk ke lokasi check in. Oke, saya mulai ngos-ngosan, backpack saya ini tidak kecil, kebetulan saya bawa consina alpine 55L up to 60L. Untung saya pakai boots jadi lebih meringankan gerak kaki saya.
Saya tiba di lokasi departure sekitar 40 menit sebelum jam keberangkatan. Pak Bunga menyuruh saya segera masuk dan check in, apapun yang terjadi saya diminta segera mengabari. “Pokoknya kamu harus segera cari tempat charger di dalam sana, kabari saya bisa kamu masih check in atau tidak, saya akan menunggu di luar” Begitulah kira-kira kata Pak Bunga (tapi sebenarnya dalam bahasa jawa).
Saya menuruti perintah beliau dan segera melakukan check in, kalau tidak salah waktu itu saya menggunakan maskapai Air Asia, bisa self-check in di mesin yang disediakan dan Alhamdulillah masih bisa. Alhamdulillah juga di sebelah mesin check in juga ada tempat charging handphone, saya colokkan HP saya, menunggu beberapa menit untuk menyalakan dan segera mengabari Pak Bunga. Saya menyampaikan terima kasih sudah diantarkan dengan selamat dan tepat waktu sampai bandara, saya juga menyampaikan salam dan permintaan maaf karena gara-gara saya, Pak Bunga tidak jadi mengantar anaknya dan harus kebut-kebutan mengantar saya ke bandara.
Ah, begitulah sedikit cerita petualangan saya bersama Lia, Scoopy Merah Putihnya Pak Bunga ke ujung timur bali, serta beberapa perjalanan super kebut-kebutan tapi tetap tertib lalu lintas. Eh, dari tadi ngomong soal Lia dan Pak Bunga terus, jadi, siapa sih mereka? Yang jelas keduanya adalah relawan untuk Kemenkeu Mengajar 2016 di Denpasar. Lia sama seperti saya, relawan pengajar. Sedangkan Pak Bunga adalah relawan dokumentator. Kebetulan saya ditugaskan di SD yang berbeda dengan Lia, tapi cerita seru tentang Lia sudah ditulis panjang lebar oleh Pak Arief Rahman Hakim di halaman websitenya di : http://www.ariefha.kim/2016/10/antara-aku-lia-dan-gentho.html ,silahkan berkunjung, banyak tulisan menarik disana!
Jangan lupa berkunjung juga ke tulisan saya yang bertajuk Kemenkeu Mengajar juga di : http://www.putrisoekarno.com/2016/10/kemenkeu-mengajar-2016-denpasar-dari.html
Sedangkan Pak Bunga, siapa sih nama aslinya? Jujur, saat menulis ini saya juga lupa, saya harus buka history grup WA dulu untuk menuliskan namanya.. Dan ternyata gak ketemu, oke, besok bisa saya lihat di file ST Kemenkeu Mengajar, hehe. Beliau adalah orang yang humoris, baik hati, ramah dan cepat akrab. Aslinya orang ngargoyoso, Karang Anyar, deketlah sama Sragen, jadi kalo ngobrol masih nyambung. Saya juga tidak tau kenapa beliau bisa baik sekali, meminjami motor dengan segala perlengkapannya hingga mengantarkan saya ke Bandara dengan secepat yang Beliau bisa.
ini dia Pak Bunga |
Badannya kurus, kecil, berkacamata, kumis dan jenggotnya panjang, hobinya fotografi. Banyak foto-foto bagus yang beliau post di grup, kebanyakan adalah sunrise dan sunset yang menawan. Orangnya panikan, bahkan lebih panik dari saya yang hampir ketinggalan pesawat. Tapi dari situ saya melihat beliau sebagai orang yang peduli, cepat tanggap, mudah sekali menolong orang, ramah, baik, dan banyak telah menginspirasi saya untuk selalu berbuat baik dan menolong sesama, siapapun itu, kapanpun itu. Terima Kasih Pak Bunga atas semua bantuan, petuah, nasehat dan segala kekhawatirnnya! Akan menjadi suatu cerita manis yang terus saya kenang dan akan mengendap dalam ingatan saya, tidak akan lupa karena sudah ada tulisan panjang lebar saya dalam post ini. # meski habis itu tagihan ojek bandara selalu muncul dalam grup, hahaha! Well, it’s such a great experience by the way!
Note : Beberapa waktu setelah tulisan ini di post, akhirnya ada komentar dari Mbak Lia kepada saya memalui sebuah media social :
Fatkiyatul Amaliyah : Badannya kurus, kecil, berkacamata, kumis dan jenggotnya panjang, hobinya fotografi, eh (((PANIKAN))) juga. Duh, deskripsinya dibagus-bagusin dikit lah Fen. Kasihan om bungaku hilang:D. Thanks ya udah menjadi bagian dari perjalanan hidupku (--ini manis!)
Tambah lagi "galak" #eeehh .Aku juga kena omel gara-gara pulangmu kesorean. heheheee. Tapi overall emang baik (bangetzz) beliau. Alhamdulillah setiap perjalananku selalu dipertemukan dengan orang-orang baik (--manis juga!)
Note : Beberapa waktu setelah tulisan ini di post, akhirnya ada komentar dari Mbak Lia kepada saya memalui sebuah media social :
Fatkiyatul Amaliyah : Badannya kurus, kecil, berkacamata, kumis dan jenggotnya panjang, hobinya fotografi, eh (((PANIKAN))) juga. Duh, deskripsinya dibagus-bagusin dikit lah Fen. Kasihan om bungaku hilang:D. Thanks ya udah menjadi bagian dari perjalanan hidupku (--ini manis!)
Tambah lagi "galak" #eeehh .Aku juga kena omel gara-gara pulangmu kesorean. heheheee. Tapi overall emang baik (bangetzz) beliau. Alhamdulillah setiap perjalananku selalu dipertemukan dengan orang-orang baik (--manis juga!)
Saya kepada Lia : Tulisanmu manis! Alhamdulillah.. ^Saking ga bisa berkata-kata
0 comments
mari meninggalkan jejak :)